Senin, 15 November 2010

Legenda dan sejarah Desa Tambirejo

Pada jaman dahulu Desa Tambirejo berupa hutan belantara, suatu ketika datang tiga orang yang yang terdiri dari dua orang laki- laki dan seorang perempuan. Yang mana mereka merupakan sepasang kekasih yang diikuti seorang pamomong atau disebut abdi. Ketiga orang tersebut datang dari kerajaan Mataram Hindu, yang mana kepergiannya mereka dikarenakan melarikan diri dari keraton, akibat pernikahan keduanya tidak disetujui oleh orang tuanya. Dalam melarikan diri tersebut agar tidak diketahui oleh pihak keraton mereka berdua menyamar dan menyembunyikan nama sebenarnya. Mereka hanya memiliki sebutan Dampit saja dan abdinya yang dengan sebutan Singa Pengaji. Mereka keluar dari keraton hanya berbekal lima pasang biji tumbuh- tumbuhan yaitu biji asam, biji wuni, biji serut, biji berasan dan biji kepuh. Pada hari suatu tibalah mereka di sebuah tempat, dan mereka beristirahat di bawah suatu pohon Pucang. Dan kelak dikemudian hari tempat tersebut menjadi sebuah pemukiman yang disebut Desa Pucang. Karena masih terasa belum aman, takut utusan keraton mengejar , mereka berlari terus ke timur dan sampailah di suatu tempat dengan napas tersengal- sengal atau bahasa Jawanya menggeh- menggeh, kemudian tempat tersebut kemudian hari disebut Desa Sanggeh. Karena masih belum cocok ditempat tersebut dan belum aman mereka terus mengembara ke timur dan sampailah di suatu tempat yang terdapat alat penjerat harimau atau disebut dengan grogolan. Mereka dari tempat tersebut terus berlari ke arah barat laut dan tiba disuatu tempat, namun hatinya masih was- was masih ada rasa ketakutan kalau musuh masih mengejar, karena hati merasa was- was tersebut tempat itu kemudian hari disebut Dusun Mamang, mereka terus berlari ke barat laut tibalah di suatu tempat yang udaranya terasa dingin yang dalam bahasa Jawa disebut jekut dan atis, yang kelak dikemudian hari tempat tersebut menjadi sebuah dusun yang disebut Jetis, dari kata jekut dan atis, karena merasa kurang nyaman mereka terus ke barat dengan menyeberang sungai, dan disitu mereka bertemu dengan seorang dan ditanya, namun orang tersebut tidak mau jawab dan seolah- olah mbodoni, dan kemudian hari tempat tersebut menjadi Dusun Mbodo. Karena merasa jengkel mereka terus balik arah ke timur laut dan sampailah mereka di suatu tempat mereka beristirahat, sambil melepas penat Dampit minta naik punggung ( bahasa jawanya pungli ) pada abdinya. Di kelak kemudian hari menjadi sebuah dusun yang disebut Mungkli ( Desa Kandangan). Dan dari tempat tersebut beliau memandang ke arah barat terdapat tempat yang luas dan terbuka atau bahasa jawanya ngilak- ilak atau ngablak, dan tempat tersebut dikemudian hari menjadi sebuah tempat dengan sebutan Dusun Ngablak ( Desa Ngraji ). Mereka masih merasa belum nyaman ditempat dan akhirnya mereka kembali ke barat lagi dan tiba di suatu tempat yang nyaman untuk tempat tinggal. Di tempat baru tersebut Dampit berdua akhirnya menetap dan tingggal di situ, dengan sebutan Mbah Dampit. Mereka kemudian menanam biji- biji pohon yang dibawanya tadi, yaitu biji wuni, biji asem, biji serut, biji berasan dan biji kepuh. Biji biji itu tumbuh dan menjadi pohon yang besar, dan yang paling besar dalah pohon kepuh, dan kelak dikemudian tempat tinggal Mbah Dampit tersebut menjadi sebuah dusun yang besar yaitu Dusun Kepuh. Karena sudah merasa tenang bahwa sudah bisa menetap dengan nyaman tidak ada kejaran dari pihak keraton, maka Mbah Dampit mengutus abdi Singa Pengaji untuk membuka tempat baru di sebelah utara Dusun Kepuh, yang kelak dikemudian hari disebut dengan Desa Ngraji Wilayah Kecamatan Purwodadi. Seiring perginya dari keraton dan tinggal menetap di tempat baru tersebut. Ahirnya tersiar juga sampai Madiun bahwa ada trah keraton Mataram, yang tinggal di Dusun Kepuh. Maka ada dua orang Demang yang bernama Demang Pancayudho dari Mataram dan yang satunya bernama Demang Pancataru dari Madiun turut serta tinggal di Dusun Kepuh mengikuti Mbah Dampit. Mbah Dampit berdua sampai akhir hayatnya menetap di Dusun Kepuh, namun tidak memiliki keturunan Sedangkan Mbah Demang Pancayuda inilah yang sampai saat ini keturunnya masih ada di Dusun Kepuh, dan sampai saat ini peninggalan Mbah Dampit yang masih ada adalah pohon kepuh dan makam beliau berdua , makam Mbah Pancayudha bersama istri dan makam Mbah Pancataru beserta istri . Sedangkan untuk pohon wuni, pohon asem, dan pohon serut dan pohon berasan, sekitar pada tahun 1990 an mati meranggas, dan pohon kepuh yang satunya roboh karena topan. Selain makam dan pohon masih ada sumur tua, yang disebut sumur brumbung, namun sumur tersebut sudah direhap menjadi sumur biasa dan yang satunya lagi juga ditemukan sebuah arca , lingga, yoni dan batu- batu kuno pada tahun 1970. Dan penemuan tersebut saat ini sudah tidak berada di Dusun Kepuh namun sudah dibawa dinas purbakala untuk dilakukan penelitian di Magelang.
Tempat – tempat yang disinggahi Mbah Dampit dan Mbah Singa Pengaji tersebut dikemudian hari menjadi dusun dan desa yang terdiri sebagai berikut :
1. Desa Pucang wilayahnya khusus Pucang
2. Desa Sanggeh yang wilayah meliputi Dusun Sanggeh, dan Dusun Grogol .
3. Desa Kepuh yang wilayahnya meliputi Dusun Kepuh, Dusun Mungkli, Dusun Mamang, Dusun Jetis dan Dusun Mbodo.
4. Desa Ngraji ( Kecamatan Purwodadi ) dengan salah satu wilayahnya bernama Dusun Ngablak.
Masing masing desa tersebut mempunyai seorang Kepala Desa yang dulu disebut dengan Lurah dengan beberapa pamong yang terdiri dari Carik, Kamituwa, Bayan, Kepetengan dan Modin. Namun sebelum tahun 1800 salah satu wilayah desa Kepuh yaitu Dusun Mungkli menjadi milik Desa Kandangan Kecamatan Purwodadi, karena dijual oleh Lurah zaman dulu. Dan uangnya dibagikan kepada kepala keluarga dusun Kepuh. Hal ini dilakukan karena dusun tersebut letaknya jauh dari Kepuh.
Selain legenda tersebut dia atas juga ada beberapa legenda yang yeng terjadi diwilayah Desa Tambirejo
1. Legenda Bumi Gendingan Depok
Di wilayah Desa Tambirejo terdapat tanah yang letaknya di wilayah Desa Tambirejo namun bukan milik Desa Tambirejo tapi milik Desa Depok. Konon dulu tanah tersebut juga merupakan wilayah Desa Tambirejo, namun pada suatu hari tiba- tiba ditemukan mayat di tanah tersebut. Dan tidak diketahui siapa mayat tersebut, orang Tambirejo juga tidak mau mengurusinya, karena ketakutan akan dituduh sebagai pembunuh. Akhirnya datang seorang yang mau mengurusi mayat tersebut dan orang tersebut berasal dari wilayah lain desa dengan minta syarat agar semua tanah yang dilewati waktu dia membawa mayat tersebut sampai ke jalan menjadi milik desanya. Warga desa Tambirejo memperbolehkannya, dan akhirnya mayat tersebut dibawa orang tersebut, namun tidak langsung menuju jalan, tetapi orang tersebut terlebih dahulu berputar cukup jauh mengelilingi beberapa hektar wilayah desa Tambirejo dan baru menuju ke jalan. Karena sudah kalah janji akhirnya beberapa hektar wilayah Desa Tambirejo tadi menjadi milik orang tersebut. Dan saat ini menjadi milik aset Desa Depok Kecamatan Toroh. Dan merupakan sumber PAD yang penting bagi Desa Depok karena harga sewanya tinggi.
2. Legenda sewa perangkat gamelan/ gong.
Konon disebelah utara Waduk Sanggeh yaitu tepatnya di tegalan sekarang milik Mbah Kanar Alamahum, ada persewaan gong/ kerawitan ghaib. Bila mana ada warga yang punya hajat dan ingin meramaikan dengan kerawatin/ gong cukup dengan pinjam dengan cara meletakan sedikit uang dan beberapa sesaji di tempat tersebut, maka dengan sendirinya seperangkat gong/ kerawitan tersebut akan muncul dengan sendirinya ditempat tersebut, dan tinggal membawa pulang ke rumah yang punya hajat. Gong tersebut bisa dimainkan oleh warga yang biasanya menjadi pengrawit/ niyaga. Dan kalau sudah selesai tinggal dikembalikan ke tempat semula dan akan lenyap dengan sendirinya. Namun karena manusia juga banyak yang bersifat serakah, ada yang pinjam gong ghaib tersebut tapi tidak semua dikembalikan. Sehingga dikemudian hari ketika ada yang pinjam gong ghaib tersebut gong tersebut tidak muncul lagi sampai saat ini.
3. Legenda Sendang Wedelan
Sendang ini dulu terletak di sebelah timur Dusun Sanggeh, dan konon bilamana ada orang yang ingin mewarnai kain/ pakaiannya atau dalam bahasa disebut medel, cukup dengan mencelupkan kedalam sendang tersebut dengan membawa bebebrapa sesaji. Dan sehari setelahnya kain/ pakaian tersebut akan berubah warna menjadi hitam. Namun saat ini hal tersebut tidak bisa dilakukan.
Kembali ke sejarah Desa Tambirejo, pada tahun 1923 pada era Bupati Grobogan dipimpin oleh Pangeran Aryo Sunarto mengadakan pengaturan administrasi desa dengan menggabungkan desa- desa kecil yang secara ekonomis kurang menguntungkan di Grobogan menjadi sebuah desa. Dan Desa Tambirejo juga demikian, dari ketiga desa dari empat desa kecil tersebut tersebut digabung menjadi satu atau dengan kata lain diadakan blengketan dan menjadi sebuah desa baru, dengan pusat desa tersebut menjadi dusun yang baru dikemudian hari dikenal menjadi Dusun Mbaru. Sedangkan untuk nama desa disebut Tambirejo. Konon dulu di pertigaan jalan Mbaru terdapat sebuah pohon randu alas yang tinggi dan besar, dan akarnya lebar menjulur keluar atau dalam bahasa jawa disebut dengan nama tambi . dan tempat tersebut dijadikan tempat berteduh warga diwaktu hujan maupun terik dari panas matahari. Sehingga lama kelamaan tempat beradanya tambi tersebut menjadi ramai atau rejo, yang akhirnya kelak dikemudian hari dijadikan sebagai nama desa yaitu Tambirejo. Jadi nama Tambirejo dapat dikandung maksud sebuah tempat yang nyaman sebagai tempat tinggal yang warganya untuk dapat hidup makmur. Setelah diadakan blengketan/ penggabungan desa dilanjutkan dengan pilihan Lurah baru, dengan calon dari masing- lurah lama dari ketiga desa sebelum digabung yaitu : Lurah Patmodipura dari Kepuh, Lurah Sanggeh, Lurah Pucang ditambah dengan calon independen yang pekerjaan sehari- harinya sebagai tukang jahit, beliau bernama Dullah. Dan pada hari pilihan lurah tersebut pemilihnya dari tiga desa tersebut dengan cara memasukan lidi dalam bumbung ke salah satu dari empat bumbung milik calon lurah. Sampai akhirnya terpilih dengan jumlah lidi terbanyak dalam bumbung milih calon Lurah Dullah.yang akhirnya Bapak Dullah menjadi Lurah Desa Tambirejo dengan Cariknya Hadi Sasmito sampai dengan tahun 1934. Dan tahun 1934 Bapak Dullah meninggal dunia dan diadakan pilihan lurah dan dimenangkan oleh Bapak Hadi Sasmito yang semula dari Carik, dan dengan dikuti calon lurah yang lain yaitu Bp. Setiya Atmadja dan Bp. Ngari. Adapun untuk jabatan carik diganti dengan Carik yang baru bernama Marto Suyono. Bapak Hadi Sasmito karena aturan baru tidak bisa menjabat sampai akhir hayatnya dan dipensiunkan pada tahun 1975 dan sampai tahun 1979 Lurah Tambirejo dijabat oleh Pejabat Sementara oleh Bapak Mas Hari Haiyanto, dan pada saat itu Carikya adalah Bapak Bambang Sidi. Pada era Bapak Mas Hari- Hariyanto ini tepatnya tahun 1977 diadakan pergantian nama untuk beberapa dusun sebagai berikut :
a. Dusun Mamang diganti nama menjadi Dusun Mangunrejo. Mangunrejo berasal dari kata mangun berarti membuat atau membangun dan rejo berarti ramai dan makmur, jadi mangun rejo berarti membangun dusun agar warganya menjadi makmur.
b. Dusun Mbodo diganti menjadi Dusun Sendangsari. Sebenarnya untuk dusun Mbodo ini ada dua usulan nama yaitu Tegalrejo dan Sendangsari, yang tegalrejo usulan dari Bapak Ripin selaku Kamituwa/ Kadus Sendangsari dan Sendangsari usulan dari Bapak Rono Redjo Radijo selaku ketua Rukun Kampung. Artinya sama- sama bagus, tegalrejo berasal dari kata tegal yang berarti tempat/ lahan untuk tanam, rejo artinya ramai dan makmur jadi tegal rejo berarti tempat yang makmur dan ramai. Sedangkan sendangsari berasal dari kata sendang dan sari, sendang adalah tempat dan sumber air dan sari adalah yang terbaik. Jadi sendangsari adalah tempat dan sumber air yang terbaik dan menyejukan. Namun akhirnya Bapak Kamituwa Ripin memilih Sendangsari karena di Mbodo ada sumur tua yang trembalangnya ( penyekat ) terbuat dari kayu jati, dulu sumber airnya sangat deras, yang bisa mencukupi kebutuhan warga Mbodo dan sekitarnya.
c. Dusun Mbaru menjadi Dusun Tambirejo, karena sebagai pusat desa.

Pada tahun 1979 diadakan Pilihan Kepala Desa dan dimenangkan oleh Bp. Soekarno, yang pada tahun 1989 diadakan Pilkades lagi dimenangkan oleh Bp Soekarmanto dan menjabat sampai dengan tahun 2007, karena aturan hanya bisa menjabat dua kali maka pada tahun 2007 dengan Pilkades dimenangkan oleh Bp Yakub Raras Puspitanianto, S.Sos. yang merupakan putra dari Bapak H.M.Soekarmanto kepala desa lama.

8 komentar:

bangpanji mengatakan...

makasih info nya..... lg ngerti dongenge

Desa Tambirejo mengatakan...

Ya itulah seklumit legenda yang bisa kami sampaikan.

Unknown mengatakan...

terimakasih blog ini sangat bermanfaat sekali,aku sebagai warga sangat bangga bahwa dengan adanya blog ini kami bisa tau sejarah maupun kegiatan-kegiatan desa kami...terima kasih pak...hidup Tambirejo semoga semakin maju dan makmur.

Unknown mengatakan...

Ini yg selama ini aku cari....sangat bermanfaat..semoga desa tambirejo semakin makmur,aman tentram,gemah ripah loh jinawi

Baju Anak Trendy mengatakan...

Baru tahu sejarah tempat saya dilahirkan dan dibesarkan desa Tambirejo tercinta

Baju Anak Trendy mengatakan...

Baru tahu sejarah tempat saya dilahirkan dan dibesarkan desa Tambirejo tercinta

Unknown mengatakan...

Sangat bermanfaat terima kasih desaku

Unknown mengatakan...

Informatif dan membantu saya untuk belajar kembali membaca sejarah

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India